Senin, 08 September 2008

TAUHID AMALI

TAUHID AMALI
Muhammad Daud, S. Hut.
Fakultas Kehutan
Universitas Hasanuddin

Sebelum memasuki pokok persoalan yang akan dikemukakan sekaitan dengan ihwal tauhid amali, ada baiknya jika dipahami terlebih dulu beberapa topik pengantar berikut ini.
Pandangan Dunia
Setiap jalan dan filsafat hidup didasarkan pada pandangan tentang maujud (realitas objektif) atau keterangan dan analisis tentang jagat alam (kosmos). Dasar ini lebih dikenal dengan istilah pandangan dunia (world view). Pandangan dunia muncul secara populer dengan pengertian “melihat dunia” yang mengandung arti pengetahuan dunia (kosmologi).
Hampir seluruh aliran pemikiran, metode (perintah dan larangan) dan tujuan hidup yang ada dipermukaan bumi lahir dari pandangan dunianya. Keniscayaan ini diperkuat oleh pendapat para filosof dengan pembagian kebijakan, yaitu kebijakan teoritis dan kebijakan praktis. Kebijakan teoritis adalah pemahaman terhadap/tentang alam sebagaimana adanya. Sedangkan kebijakan praktis adalah pemahaman perilaku kehidupan sebagaimana mestinya yang ini diturunkan secara logis dari yang sebagaimana adanya.

Kriteria Pandangan Dunia
Pandangan dunia pada prinsipnya dapat menjadi basis keyakinan/ideologi (materialis, filosofis, islamis) bila telah mencapai kekukuhan dan keluasan pemikiran serta kesucian prinsip-prinsipnya. Pandangan dunia yang baik dan luhur memiliki karakter-karakter sebagai berikut:
1. Dapat dibuktikan, didukung oleh nalar dan logika sehingga melicinkan jalan bagi diterimanya pandangan dunia tersebut secara rasional serta dapat dijadikan petunjuk dan menghilangkan kebingungan.
2. Memberi makna pada kehidupan: menghapuskan dari pikiran, gagasan yang mengatakan bahwa hidup itu sia-sia, bahwa perjalanan manusia menuju ketidakberartian dan kenihilan.
3. Membangkitkan cita-cita (ideal), antusiasme, dan aspirasi, sehingga membuatnya memiliki daya tarik, semangat, dan kekuatan.
4. Dapat memperkuat dan menyucikan maksud-maksud dan tujuan sosial manusia sehingga membuat orang mudah berkorban dan mempertaruhkan diri demi maksud dan tujuan. Suatu jalur pemikiran yang tidak dapat menyucikan rasa mengabdi berkorban dan idealisme tidak memiliki jaminan bahwa tujuan-tujuannya akan dilaksanakan.
5. Membangkitkan komitmen dan tanggung jawab, sehingga membuat orang bertanggung jawab pada dirinya dan masyarakat.


Pandangan Dunia Tauhid
Pandangan dunia tauhid memiliki seluruh ciri yang lazim bagi pandangan dunia yang baik dan luhur. Pandangan dunia tauhid berdasarkan pada keyakinan bahwa alam berkutub satu, berpusat satu, alam pada hakikatnya dari dan milik Allah serta kembali kepada-Nya.

Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari Agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.(Âli Imrân: 83)

Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (Hud: 123)

Alam semesta bergerak dalam sistem yang harmonis menuju ke suatu pusat. Alam semesta diatur oleh serangkaian aturan yang pasti yang dinamakan norma-norma Ilahi (sunatullah).

Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-(Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.(al-Furqân: 2)

Alam merupakan sekolah bagi manusia, yang gurunya bernama Rasul, dan Allah memberikan pahala kepada setiap manusia dengan kesungguhan niat dan upayanya. Di antara maujud-maujud yang ada, hanya manusialah yang memiliki nilai lebih dan kemuliaan atas evolusi dan keharmonisan masyarakatnya.
Pandangan dunia tauhid didukung oleh kekuatan logika, ilmu, dan nalar. Pandangan dunia tauhid memberikan ruh/spirit, tujuan dan makna pada kehidupan, karena ia menempatkan manusia dijalan kesempurnaan yang tiada batasnya.
Pandangan dunia tauhid memiliki daya tarik, memberikan kekuatan dan kebahagiaan di dalam jiwa. Ia memberikan tujuan-tujuan luhur dan suci yang menjadikan manusia rela berkorban. Pandangan dunia tauhid memberikan makna yang mampu menyelamatkan manusia dari keterperosokan ke dalam lembah sia-sia. Ia memberikan rasa komitmen dan tanggung jawab individu kepada yang lainnya. Pandangan dunia Islam adalah Pandangan dunia tauhid.
Tauhid Amali
Tauhid, seperti dalam filsafat, agar lebih mudah dipahami dalam pembahasannya nanti, dibagi dua menjadi, tauhid teoris dan tauhid praktis. Tauhid teoritis berbicara tentang ada dan esa-Nya, berdasarkan burhan dan argumentasi yang valid. Di dalamnya diceritakan pula tentang asal-muasal (sebab-akibat) alam (maujudad). Pada akhirnya, semua itu akan melahirkan poros pemikiran atau pandangan dunia. Adapun tauhid praktis berbicara tentang apa yang seharusnya diperbuat dalam kehidupan sosial, bermasyarakat dalam kerangka tauhid. Dalam hal ini, tauhid praktis lahir dari tauhid teoritis.
Tauhid amali dalam ulum islami termasuk dalam lingkup tauhid praktis dengan pembahasan yang lebih khas/spesifik. Ia bukan membahas perilaku lahiriah manusia saja, namun masuk ke dalam permasalahan motif, maksud, serta tujuan (orientasi) dalam perilaku sosialnya.
Perbuatan, pada dasarnya, terbagi menjadi dua bagian. Pertama, perbuatan iradiah, yaitu perbuatan yang dilakukan seseorang dengan maksud dan tujuan tertentu. Kedua, perbuatan ghairu iradiah, yaitu perbuatan yang di dalamnya tidak ada maksud dan tujuan tertentu, tanpa kesadaran. Seperti gerakan orang dalam keadaan tidur, atau gerakan reflek tubuh atau syaraf, atau gerakan thabi’iyah manusia yang lainnya.
Tauhid amali hanya berhubungan dengan amal-amal iradi saja, meskipun pada nilai teoritis baik iradi maupun ghairu iradi, dapat menjadi hujjah bagi tauhid amali.
Dengan demikian, tauhid amali, ditinjau dari nilai bukti (misdak) pemahaman adalah suatu tindakan yang tujuannya kembali pada satu sumber. Sedangkan pada nilai pemahaman saja, tauhid amali adalah setiap tindakan yang sumber tindakan tersebut datang dari satu kehendak/keinginan. Untuk yang pertama, jelas. Sedangkan untuk yang kedua, maksudnya adalah bahwa apapun yang dikatakan dengan amal/perbuatan/tindakan, baik sengaja atau tidak, pada nilai thabi’i atau bukan, hukum yang ada pada perbuatan tersebut, rangkaian sebab-akibat tadi, atsar dari perbuatan tersebut, datangnya semata-mata dari Allah Swt, baik akibatnya takwini maupun tasyri’i.
Sementara itu, perbuatan dengan maksud dan tujuan tertentu (al-amal al-iradiah) terbagi menjadi dua bagian. Pertama, yang maksud dan tujuannya berada dalam perbuatan itu sendiri. Kedua, perbuatan tersebut mengantarkan pada maksud dan tujuan tertentu. Contoh kasus pertama, orang yang berjalan dengan maksud menggerakkan tubuhnya. Sedangkan contoh yang kedua, orang yang berjalan untuk mengambil sesuatu. Dalam hal ini, berjalan atau melangkah merupakan perantara (medium) untuk meraih tujuan tertentu.
Sedangkan tauhid amali, dalam hal ini, hanya berhubungan dengan setiap perbuatan yang maksud dan tujuannya ada dalam perbuatan itu sendiri. Sedangkan yang berada di luarnya, melepaskan pelakunya dari tauhid amali. Jika tujuan shalat seseorang adalah untuk mendapat pahala dari Allah, maka perbuatan itu berada dalam kerangka tauhid mafhum saja. Tujuan shalat orang tersebut keluar dari sisi misdaq-nya. Pada sisi misdaq, ia tidak shalat.






Amal Shalih Tauhidi
Amal shalih adalah perbuatan baik, yang termasuk dalam pembahasan tauhid amali. Amal, secara etimologi, sama dengan fa’al, yang memiliki arti perbuatan. Namun, dalam peletakannya, amal hanya bisa dinisbahkan kepada manusia, tidak kepada selainnya. Sebab, amal memiliki pengertian perbuatan dengan ikhtiar (yang telah dirinci di atas). Fa’al memiliki pengertian (etimologi) “perbuatan tanpa rencana yang bisa dinisbahkan kepada manusia, tumbuhan, dan hewan.” Di antara maujudad yang ada, hanya manusia yang memiliki nilai lebih dan kemuliaan atas pertumbuhan (evolusi) dan keharmonisan masyarakatnya.
Allah berfirman: Wahai manusia sesungguhnya kalian faqir kepada Allah dan Allah maha kaya dan maha terpuji.(Fâthir: 15)
Ayat tersebut memberi makna bahwa manusia jika dinisbahkan kepada Allah adalah faqir. Memerlukan kepada yang Mahaagung, Mahakaya, dan Mahabesar dari segala yang ada, Mahabesar dari pikiran dan bayangan kita, yang meliputi segala sesuatu, serta Maha Terpuji (subhannallâh).
Ketergantungan kepada Allah, menyelamatkan dan melindungi manusia. Kerinduan yang besar terhadap-Nya akan melahirkan amal shalih, kecenderungan untuk berkorban, watak disiplin, berani dan setia, rajin, teliti, serta bersih dalam perbuatan dan pikiran. Ringkasnya, dari itu akan muncul sifat-sifat para nabi, sehingga semua permasalahan sosial, keluarga, dan lainnya akan dimuarakannya pada kebesaran Allah Swt.
Dalam firman yang lain, Allah mengatakan: Siapapun dari kalian yang berharap/berkeinginan/rindu untuk bertemu Tuhannya maka beramal dengan amal yang shalih dengan tidak menyerikatkan dalam penghambaan pada suatu apapun (baik dengan harta dan jiwa kalian dengan perencanaan dan tujuan yang sempurna yaitu tujuan tauhid, atau amal tauhidi).(al-Kahfi: 110)
Salah satu syarat dari amal shalih yang paling mendasar adalah berlepas diri dari kesyirikan, serta tidak mencampuradukkan antara keikhlasan dan sikap riya, kesombongan dan kedengkian. Syirik bukan saja menyembah kepada selain Allah melainkan mencampuradukkan ibadah. Dengan kata lain, syirik dapat terjadi bila seseorang beribadah (beramal) dengan tidak kembali kepada nilai kesempurnaan yaitu Allah Swt. Dalam kasus sosial, baik dalam kehidupan organisasi yang kecil maupun besar, banyak manusia yang terkecoh dan tertipu sewaktu melaksanakan perbuatan baiknya. Mereka mencampuradukan sifat-sifat ananiyah (watak hewani) manusia dalam beribadah kepada-Nya.
Salah satu peringatan dalam beramal shalih, difirmankan Allah Swt: Allah dan Rasul-Nya bari’ (berlepas diri atau tidak berhubungan) dari kelompok musyrikin.
Maksudnya, Allah dan Rasul-Nya berlepas diri terhadap mereka yang mencemari tujuan amal shalihnya dengan selain Allah. Jika pencampuradukkan ini terjadi dalam amal shalih, maka saat itu pula Allah Swt dan Rasul-Nya berlepas diri dari kita selaku manusia, karena pada prinsipnya, kita telah berlepas diri dari nilai Tauhid. Na’uzubillâh.
Syahid Ayatullah Murtadha Mutahhari mengatakan, “Jalan kepada Allah lewat di antara manusia. Berbuat untuk diri sendiri adalah egoisme. Berbuat untuk manusia adalah keberhalaan. Bebuat untuk Allah dan manusia (pencampuradukkan) adalah syirik. Berbuat untuk diri dan orang lain demi Allah adalah Tauhid dan beribadah kepada-Nya.” Semoga kita semua berlepas diri dari kesyirikan.
Ya Allah, berilah aku ilham untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kedua orang tuaku dan untuk mengerjakan amal shalih yang Engkau ridhoi dan masukkan aku dengan Rahmat-Mu, ke dalam golongan hamba-hamba yang shalih. (al-Naml: 19)

Tidak ada komentar: