Rabu, 22 Juli 2009

Kajian Penerapan Kebijakan Penyusunan Skripsi Timbal Balik di UNHAS dalam Usaha Penyelamatan Hutan di Indonesia

Kajian Penerapan Kebijakan Penyusunan Skripsi Timbal Balik di UNHAS dalam Usaha Penyelamatan Hutan di Indonesia1

Oleh
Muhammad Daud, S.Hut.2
1)Ditulis dalam Rangka Peringatan Hari Bumi “Sound of Tropical Foreston East Indonesia”,
22 April 2008, Earth Care Indonesia, Universitas Hasanuddin, Makassr
2) Alumni Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

Saat ini keadaan hutan Indonesia sangat memprihatinkan, pada tahun 1950 luas hutan berkisar 162 juta hektar, namun 2001 sekitar 40% dari luas hutan ini telah habis ditebang. Berdasarkan laporan FWI dan GFW (2001) menunjukkan bahwa luas tutupan hutan pada tahun 2001 tinggal 98 juta hektar. Hal ini disebabkan oleh tigginya laju kerusakan hutan di Indonesia. Laju kerusakan hutan pada tahun 1980-an sekitar 1 juta ha per tahun, kemudian meningkat menjadi sekitar 1,7 juta ha per tahun pada awal 1990-an. Sejak tahun 1996 laju deforestasi meningkat lagi sekitar 2 juta ha per tahun.
Tingginya laju kerusakan hutan yang terjadi Indonesia disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang mendorong ekspansi yang agresif dalam sektor hasil-hasil hutan tanpa mengindahkan pasokan-pasokan yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Produksi kayu bulat tahunan Indonesia meningkat dari sekitart 11 juta m3 pada awal tahun 1970-an hingga puncaknya sekitar 36 juta m3 pada awal tahun 1900-an. Ekspansi yang lebih dramatis terjadi di sektor produk kayu olahan, karena pemerintah mendorong pengalihan dari produk kayu bulat bernilai rendah dan belum diproses menjadi produk yang mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi.
Total permintaan kayu di Indionesia sekarang ini secara konservatif diperkirakan antara 76 juta m3dan 80 juta m3. Pesatnya permintaan kayu ternyata hanya diimbangi oleh pasokan yang statis atau menurun. Sebuah studi yang dilakukan oleh Brown ( 1999) membandingkan kapasitas produksi pabrik kayu lapis dan pabrik kayu gergajian pada tahun 1998 dengan pasokan kayu legal dari HPH dan HTI yang mempunyai hubungan dengan pabrik-pabrik tersebut, serta produksi kayu yang berasal dari konversi hutan, menyimpulkan bahwa kesenjangan antara pasokan yang diketahui dan legal dengan keluaran pabrik mendekati 21 juta m3 pada tahun tersebut ( FWI dan GFW, 2001).
Studi lainnya mengenai situasi pada tahun 1997 dan 1998 membandingkan pasokan kayu nasional (produk legal ditambah impor) dengan komsumsi kayu nasional (penggunaan domestic ditambah eksport) (Scotland, 2000). Studi ini menemukan bahwa komsumsi melebihi pasokan sebesar 32,6 juta m3 ( FWI dan GFW, 2001).
Tabel 1. Perbandingkan pasokan kayu nasional (produk legal ditambah impor) dengan komsumsi kayu nasional (penggunaan domestic ditambah eksport).
No. Sumber Pasokan dan Permintaan Kayu Volume (m3)*
1. Kayu bulat dari produksi domestik
Pasokan kayu bulat yang ekuivalen dari impor
Pasokan kayu Bulat yang ekuivalen dari sumber lainnya
Total Pasokan 29.500.000
20.427.000
1.600.000
51.527.000
2. Permintaan Domestik (Industri pengolahan Kayu)
Kayu bulat ekuivalen yang diekspor
Total Permintaan 35.267.000
48.873.000
84.140.000
3. Neraca Kayu -32.613.000
Sumber : N. Scotland. ” Indonesia Country Paper on Illegal Logging”. Dibuat untuk
lokakarya World Bank_WWF mengenai Country of Illegal logging in East
Asia. Jakarta, 28 Agustus 2000.
Keterangan : * Kayu Bulat Ekuivalen




Kesenjangan-kesenjangan di atas menunjukkan bahwa industri-industri perkayuan di Negara Indonesia masih belum didasarkan pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang baik. Efisiensi indutri yang masih rendah ini juga disebabkan oleh penerapan teknologi dan sumber daya manusia yang belum memadai.
Menanggapi permasalahan tersebut maka diperlukan suatu usaha untuk menyelamatkan hutan tersebut. Usaha-usaha tersebut dapat dilakukan mengurangi ketergantung terhadap kayu melalui optimalisasi pemanfaatan kayu, pemanfaat kayu kurang dikenal (lesser known species), perubahan paradigama yang berorientasi kayu (timber oriented) ke pengelolaan hutan berbasis sumber daya (forest resources management). Di mana hutan bukan lagi dipandang sebagai penghasil kayu semata tetapi hutan merupakan suatu kesatuan sumber daya dan satu suatu kesatuan ekosistem yang saling saling mendukung. Usaha lain dapat dilakukan dengan penghematan pemanfaatan kayu.
Perguruan tinggi sebagai katalisator pembangunan kehutanan haruslah menjadi inovator dan motivator untuk membangun suatu konsep baru guna meyelamatkan hutan. Salah satu usaha perguruan tinggi terutama Universitas Hasanuddin yang merupakan universitas terbaik di Indonesia timur dalam usaha penyelamatan hutan melalui penghematan kayu tersebut adalah penerapan kebijakan penyusunan skripsi timbal balik.

Berdasarkan hasil survei terbaru menyebutkan bahwa survei penggunaan kertas untuk penyusunan skripsi setiap tahun di UNHAS ditunjukkan oleh Tabel 2. Melalui data tersebut penulis berusaha untuk mengkaji manfaat penerapan kebijakan tersebut terhadap usaha penyelamatan hutan.
Tabel 2. Rata-rata penggunaan Kertas dalam penyusunan Skripsi Setiap fakultas di Universitas hasanuddin (RIM/tahun).

Fakultas Rata-rata Penggunaan Kertas dalam penyusunan skripsi (RIM/tahun)
FKM 2,4
KedokteranGigi 1,5
FISIP 2,042
EKONOMI 2
SASTRA 1,821
HUKUM 2,1
PERTANIAN 2,5
TEKNIK 2,82
FIKP 3,15
PETERENAKAN 2,13
MIPA 2,4
FARMASI 3,35
KEHUTANAN 2,364
Rata-Rata Pemakaian Kertas 2,3520
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2008).






Sebelum menganalisis besarnya luas hutan dan volume kayu yang dibutuhkan untuk membuat kertas skripsi tersebut maka perlu dibuat beberapa asumsi:
a. Kayu yang digunakan berasal dari tegakan seumur tanaman Akasia (Acacia mangium).
b. Tegakan ini mempunyai kerapatan 265,4 m3/ha dengan umur tegakan 8 tahun.
c. Daur yang digunakan pada preskripsi pengelolaan adalah daur teknis (bahan baku pulp) yaitu 8 tahun.
d. Jarak tanam pohon akasia adalah 3 m x 3 m
e. Jumlah pohon dalam 1 hektar adalah 1111 pohon
Untuk pengolahan dan analisis data maka industri kertas tersebut dianggap diperoleh dari satu jenis tegakan yaitu tegakan Akasia (Acacia mangium). Tegakan ini dianggap sebagai tegakan seumur dengan umur saat ini adalah 8 tahun (daur produksi kayu untuk industri kertas). Adapun rata-rata volume kayu Akasia rotasi pertama pada unit pengelolaan disajikan pada tabel berikut :
Tabel 1. Rata-rata volume kayu Akasia (Acacia mangium) pada rotasi pertama (umur
1-8 tahun)
Variabel Umur (Tahun)
1 2 3 4 5 6 7 8
Volume Total (m3/ha) 6,7 22,3 79,0 133,7 176,1 210,7 240,0 265,4
Sumber : Soemitro, 2004

Tabel 1. diasumsikan sebagai potensi tegakan akasia (Acacia mangium) selama satu rotasi (8 tahun) pada unit pengelolaan. Data ini sebenarnya merupakan tabel hasil untuk hutan tanaman akasia yang diperoleh pengujian/penelitian dengan memantau volume, tinggi dan diameter pohon setiap tahun selama 10 tahun pada petak ukur permanen pada PT Musi Hutan Persada (Soemitro, 2004).
Jika jarak tanam pohon akasia yang digunakan adalah 3 m x 3 m maka satu hektar hutan membutuhkan:
= 10.000 m3/(3 x 3) m3
= 10.000 /9
= 1111 pohon
Potensi tegakan Akasia (Acacia mangium) selama satu rotasi (8 tahun) adalah 265,4 m3/ha sehingga potensi setiap pohon adalah:
= 265,4 m3/1111 pohon
= 0,2389 m3/pohon
Diasumsikan bahwa proses pembuatan kertas yang digunakan adalah pembuatan kertas dari pulp dengan proses kimia menggunakan sodium sulfat (kraft process). Pembuatan pulp dengan kraft process menghasilkan pulp yang dapat diolah menjadi kertas sekitar 45% dari bahan baku kayu. Kelebihan dari kraft pulping adalah bahan kimia yang digunakan dapat didaur ulang (recycle) dan digunakan kembali dalam proses berikutnya. Kelebihan lainnya adalah dihasilkannya serat yang kuat (Jerman : "kraft" berarti kuat). Majalah, kertas grafis dan percetakan, kantong belanja dan pembungkus (packaging) terbuat dari kraft pulp. Kraft pulp biasanya berwarna gelap dan umumnya diputihkan dengan senyawa klorin.




Analisi data:
a. Rendamen (banyaknya pulp yang dapat diolah menjadi kertas/jumlah kertas yang dihasilkan = 45 %
b. Ouput (pulp) = 259,23 ton
Rendamen = Output (pulp/kertas) x 100 %
Input (bahan baku kayu)
45 % = 259,23 ton x 100 %
Input (bahan baku kayu )
0,45 xInput = 259,23 ton

Input = 259,23
0,45
= 576,067 ton

Jadi, bahan baku kayu yang dibutuhkan untuk membuat 259,23 ton pulp/kertas adalah 576,067 ton
Diasumsikan bahwa kayu akasia mempunyai berat jenis 0,65 (Sanchez, 2006) atau kerapatannya 0,65 g/cm3 atau 0,65 ton/m3
Kerapatan = Berat / Volume
0,65 = 576,067 ton / Volume
Volume = 576,067 ton / 0,65
= 886,257 m3


Jadi, volume kayu yang dibutuhkan untuk membuat 259,23 ton pulp/kertas (skripsi UNHAS) adalah 886,257 m3/tahun. Maka luas hutan yang ditebang untuk membuat 259,23 ton pulp/kertas (skripsi UNHAS) adalah:
= 886,257 m3/tahun
265,4 m3/ha

= 3,339 ha/tahun

atau jika dikonversi ke jumlah pohon:

= 886,257 m3/tahun atau = 3,339 ha/tahun x 1111 pohon
0,2389 m3/pohon

= 3710 pohon = 3710 pohon


Dengan menerapkan skripsi timbal balik maka kita menghemat setengah penggunaan kertas berarti kita cuma menebang hutan sebesar:
= 3,339 ha/tahun x 0,5
=1,6695 ha/tahun
Berarti kita mengemat:
= 3,339 ha/tahun - 1,6695 ha/tahun

= 1,6695 ha/tahun
atau mempertahakan pohon sebanyak:
= 3710 pohon/tahun x 0,5
= 1855 pohon/tahun


Tabel 3. Manfaat penyusunan skripsi timbal balik di UNHAS terhadap penggunaan kertas, jumlah pohon yang ditebang dan luas hutan yang dikonversi setiap tahun.
Variabel Skripsi biasa Skripsi Timbal Balik* Penghematan Kertas
Penggunaan Kertas (rim) 7406 3703 3703
Penggunaan Kertas (Lembar) 3703228 1851614 1851614
Penggunaan Kertas (Gram) 259225954 129612977 129612977
Penggunaan Kertas (Ton) 259,23 129,61 129,61
Jumlah Bahan Baku Kayu (ton) 576,067 288,0335 288,0335
Jumlah Kubik Kayu m3 886,257 443,1285 443,1285
Jumlah Pohon (pohon) 3710 1855 1855
Luas Hutan (ha) 3,339 1,6695 1,6695
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2008).
Keterangan: * Penggunaan kertas timbal balik dianggap akan menghemat setengah penggunaan kertas

Tabel 3. menunjukkan manfaat penyusunan skripsi timbal balik terhadap penggunaan kertas, jumlah pohon yang ditebang dan luas hutan yang dikonversi setiap tahun. Berarti dengan menerapkan penyusunan skripsi timbal balik di UNHAS kita telah berpartisipasi dalam usaha penyelamatkan hutan sebesar 1,6695 ha/tahun atau telah ikut berpartispasi dalam mempertahankan 1855 pohon/tahun. Bagaimana kalau kebijakan tersebut di terapkan di Universitas seluruh Indonesia? Pasti luas hutan yang dapat diselamatkan akan lebih luas lagi. Ini pun baru skripsi timbal balik. Jadi, usaha ini walaupun kelihatan kecil namun sangat berarti bagi usaha penyelamatan hutan. Akhir kata maka penulis mengajak kita semua untuk merenungkan kata bijak berikut ini:


Sukses itu dimulai dari tiga hal:
1. Mulai dari diri sendiri
2. Mulai dari hal-hal kecil
3. Mulai dari sekarang

‘‘Semoga Usaha Yang Kecil Bisa Menjadi Inovator dan Motivator Bagi’
Usaha Penyelamatan Hutan’’


































DAFTAR PUSTAKA


Brown, D.W. 1999. Addicted to Rent : Corporate and Spatial Distribution of Forest Recources in Indonesia, Implication s for Forest Suistinability and
Government Policy. UK Tropical Forest Managemant Programme, Jakarta
Indonesia.
FWI dan GFW. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia, Bogor, Indonesia: Forest Watch Indonesia dan Washington D.C. : Global Forest Watch.

Sanchez, L. R. 2006. Acacia mangium. www.fincaleola.com/acacia.html [17 Desember 2007].

Scotland, N. 2000. Indonesia Country paper on Illegal Logging. Makalah LokakaryaWorld Bank_WWF mengenai Country of Illegal logging in East Asia, Jakarta.

Soemitro, A. 2003. Prospek Investasi dan Analisis Finansial Ekonomi Hutan Tanaman. PT Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan.