Senin, 17 Maret 2014

FROM MISTER TO MASTER


                                                    From Mister to Master

Pada tahun 2008 penulis lulus beasiswa di Jepang dan New Zeeland tetapi atas beberapa pertimbangan dia malah memilih menempuh pendidikan S-2 pada Mayor Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Ilmu Pengetahuan kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB meskipun dengan biaya pribadi. Untungnya, selama menempuh pendidikan S-2 dia banyak terlibat dalam kegiatan proyek penelitian kerjasama dengan DIKTI, LIPI, Puslitbang Hasil Hutan Bogor. yang dia gunakan untuk menambah biaya kuliah dan biaya hidup merantau. Selama S2 dia pernah mendapat penghargaan mahasiswa berprestasi Sekolah Pascasarjana IPB (Prestasi Akademik Gemilang). Penelitiannya sangat menarik yaitu tentang bioenergi, bagaimana membuat bioetanol sebagai pengganti bahan bakar bensin dari kayu yang merupakan ide-ide nekatnya. Setelah belajar di Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) IPB,  meneliti di Laboratorium Kimia Hasil Hutan IPB, Laboratorium Rekayasa Bioproses, Laboratorium BIORIN dan Laboratorium Mikrobiologi Pangan,  Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB dan Laboratorium Afiliasi Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia serta Laboratorium Instrumen dan Proksimat Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor akhirnya dia mampu membuktikan idenya membuat bensin dari kayu itu. Pada tahun 2010, Akhirnya saya selesai dengan gelar master dengan IPK 3.95 dengan waktu studi kurang dari 2 tahun (23 bulan) dimana sebelumnya dia harus diuji dengan lima penguji yang dimana satu orang Professor Alumni Tokyo University Jepang, Satu orang Professor Alumni Queensland University, satu orang Professor alumni Wisconsin University, Amerika Serikat, dan Dr. (saat itu ambil post Doktor di Perancis mungkin sekarang katanya sudah jadi Professor) serta digantikan dengan penguji Dr.  dari Tokyo University. Ujiannya saat itu seru sekali, masih teringat dibenaknya betapa nilai rata-rata nilai ujian tesisnya adalah 97,5 dari semua penguji. Hari itu menjadi salah satu hari terindah dalam hidupnya. 
Selesai ujian, bukan saran-saran perbaikan yang diberikan tetapi saran untuk lanjut S3. Akhirnya setelah itu dia diperkenalkan pembimbingnya sama Professor di Tokyo di bidang bioenergi, dia kemudian menghubunginya dan Professor tersebut bersedia membimbing suatu saat nanti. Tapi dorongan untuk pulang ke Makassar lebih kuat dengan harapan janji dari almamater. Tapi kemudian seperti nasib orang-orang cerdas pada umumnya di Indonesia, hidupnya terkatung-katung di almamaternya meskipun keinginannya sangat kuat untuk mengabdikan diri jadi dosen tetap di sana. padahal dia tidak punya keinginan apa-apa selain mencari nafkah sambil membagi ilmunya serta melakukan penelitian yang berguna bagi masyarakat dan negara. Dia bukanlah seorang otak proyek yang berorientasi materi, dia perna berkata kalau saja orientasinya hanya materi maka dia tidak perlu sekolah dia masih punya sawah, kebun dan ladang yang luas untuk mencari hidup. Tetapi lagi-lagi nasib orang cerdas di Indonesia harus rela tidak dihargai. Hal ini perna dikatakan sendiri oleh Habibie sendiri bahwa nasib orang-orang cerdas di Indonesia biasanya awalnya tidak akan dihargai karena dianggap pesaing, tetapi kehendak Allah pasti terjadi bahwa orang baik akan dibalas dengan kebaikan, ketika orang cerdas itu berada tempat yang cocok dan waktu yang tetap maka Insya Allah nasib baik akan datang dan akhirnya orang cerdas itu akan dihargai sebagai mana mestinya. Di Indonesia biasanya hanya menghargai anda kalau anda keluarga pejabat. Kalau anda tidak dikenal sebagai keluarga pejabat maka anda akan dilupakan. Itulah pandangan orang-orang yang hanya mementingkan dunia dan lupa akan azab kematian, padahal perbuatan itu sangat dibenci Allah. Itulah nasib si dia anak petani. Dulu dijanjikan sesuatu tapi apa daya janji tinggal janji. Kadang keputusannya waktu itu  untuk memilih pulang ke almamater keteimbang  menerima beberapa tawaran pekerjaan, dia agak sesali tetapi dia berusaha untuk bersabar dan bertawakkal bahwa semua itu adalah takdir dan ada hikmahnya, tetapi setidak-tidaknya menurutnya dia telah membuktikan bahwa dia rela mengabdi.  Tapi sudah hukum alam bahwa mana mungkin dia mengabdi terus tanpa kejelasan status dan nafkah hidup padahal di sisi lain dia punya kewajiban untuk menafkahi diri sendiri dan mengabdi dan memberi nafkah kepada orang tuanya. Habis manis sepah dibuang itulah yang dia rasakan. Ada yang menganjurkannya untuk bersabar menunggu. Tapi tidak mungkin menunggu yang tidak pasti dan tidak jelas. Perlu ditekankan bahwa sabar itu yang terpuji adalah sabar dalam menjalani cobaan yang berada di luar kemanpuan manusi untuk menanggulangi atau menghilangkannya atau sabar dalam menjalani cobaan yang tidak mengandung mudarat bagi agama. Adapun jika seseorang muslim sanggup menanggulangi atau menghilangkan cobaan itu, atau cobaan itu mengandung mudarat bagi agama, maka dalam hal itu sabar bukanlah sesuatu yang dituntut. Dalam Al Quran sendiri tepatnya Surat An Nisa 97 menunjukkan bahwa jika kita mampu keluar dari kondisi yang menghimpit tapi kita memilih bertahan dalam kondisi itu dengan dalih sabar, maka alih-alih dipuji malah dicelah. Akhirnya dia memilih mengabdi ke orang tua daripada mengabdi ke mereka terus dengan janji yang tidak jelas yang  pada akhinya membuatnya berdosa ke orang tua karena tidak menafkahinya pada masa tuanya. Dia memilih ingin tetap mengabdi ke orang tuanya sampai akhir hayatnya meskipun mereka menganggapnya keputusan untuk mencari penghidupan baru adalah tindakan ketidaksetiaan. Ingatlah kesetiaan yang diajarkan Nabi, kesetiaan hanya berlaku jika kesetiaan kita dihargai. Tidak ada yang sia-sia kalau niat sesorang baik, Insya Allah ujungnya pasti baik.
Selama S2 dia aktif di berbagai organisasi di antaranya anggota Forum Wacana Sulsel Sekolah Pascasarjana IPB, anggota Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (Indonesian Wood Research Society), anggota Forum Teknologi Hasil Hutan, anggota Lembaga Studi Ular  Indonesia SIOUX,  rimbawan pecinta alam (RIMPALA)  IPB, Tree Climber Organization, Jejak Petualang Indonesia. Pada tahun 2010, meskipun, banyak tawaran dan peluang pekerjaan dulu di jawa seperti di beberapa perguruan tinggi terkenal dan lembaga penelitian dan perusahaan di bidang pertambangan dan perminyakan serta energi di jawa serta ditawari beasiswa ke luar negeri tetapi lebih memilih pulang karena dijanji jadi dosen tetap di almamaternya tetap tetapi ujung-ujungnya janji tinggal janji nasibnya tidak diperjuangkan oleh orang yang memanggilnya.  Allah Maha adil dan Mudah-mudahan Allah memberikan dia lebih baik. Tahun 2012 dia menyadari bahwa dia masih dianggap kaum Marhaen sehingga tidak perlu diperjuangkan, akhirnya dia memutuskan mencari penghidupan baru. Allah Maha adil, selama periode itu dia dipanggil jadi dosen di UNSULBAR dan UNISMUH dan menjadi konsultan. Dia sudah memaafkan orang-orang yang mendzaliminya. Setelah dia memutuskan untuk mencari penghidupan baru dia masih tetap menjadi dosen di UNSULBAR dan UNISMUH dan kadang menjadi asisten peneliti di Puslitbang LH UNHAS, menjadi konsultan Lingkungan dan pemberdayaan masyarakat terutama di bidang AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis), Pengembangan Rumah Tradisional, Pengelolaan pesisir, Perubahan Iklim, dan menjadi ahli kimia hasil hutan dan bioenergi yang membuatnya banyak keliling di Indonesia seperti Jawa, Bali, Lombok, Papua, Ternate, Tidore, Bacan, Ambon, Obi, Sulawesi, Kabaena, Flores, Kalimantan, dan Sumatera. Setelah itu dia terjun dalam bisnis dengan nama branding Bakso Cell dan Rimba Corner melanjutkan bisnisnya gaharu trading serta membangun kembali hutan rakyat dan green investment di kampungnya yang sempat mandek ketika mengabdi di almamaternya dan kemudian mendirikan konsultan bersama sahabat-sahabatnya dengan nama Tropical Rain Forest Consultant. 
Dia sangat bersyukur, dengan segudang pengalaman pahit-manis yang dia jalani, menginspirasi banyak keluarganya untuk kuliah. Dia memilik keluarga besar yang tersebar di beberapa tempat di Indonesia seperti di Papua, Jawa, Sumatera dll. Kurang lebih dua per tiga keluarganya di Malaysia dan sudah masuk warga negara di sana. Waktu kecil banyak keluarga memilih merantau tapi sekarang banyak yang mau kuliah di perguruaan tinggi. Dia bersyukur perjalanannya mengubah pandangan kolot bahwa “kalau merantau maka kita kasih makan orang tua tapi kuliah maka memakan orang tua”. Dia selalu mengajarkan kepada keluarga-keluarganya bahwa kuliah memang susah awalnya karena harus berkorban uang tapi ujung-ujungnya uang yang kita investasikan akan kembali juga, dengan catatan serius kuliah. Akhirnya, namanya berubah di kampung dari panggilan kecil  Mister dan setelah besar dipanggil Master.
Dari semua pengalaman suka duka itu, dia syukuri karena itulah yang membuatnya, dewasa dan mengerti kehidupan. Hampir semua profesi sudah dia geluti sejak kecil sampai dewasanya mulai dari petani, pemulung, peternak, mahasiswa, aktivis, asisten dosen, dosen, konsultan dan pengusaha. Mudah-mudahan ini adalah cara Allah mengajar dan mendidiknya sehingga kelak menjadi orang besar di Indonesia sesuai asal-usulnya sebagai keturunan bangsawan yang rendah hati (Wija To Manurung). Amiiin

Senin, 17 Februari 2014

UNFORGOTTEN MEMORIES: TO BE A FORESTER



Unforgotten Memories: To Be a Forester

Pada tahun 2003, saya lulus SMU. Saya kemudian melanjutkan pendidikan di Makassar pada Universitas Hasanuddin melalui  jalur penelusuran bakat dan prestasi (JPBP) Universitas Hasanuddin, dan memilih program studi Teknologi Hasil Hutan, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Kehutana n (Menjadi Fakultas Kehutanan sejak tahun 2006).
Selama mengikuti perkuliahan, saya aktif pada berbagai organisasi diantaranya pengurus Jamaah Mushollah Ulil Albab (JMUA), pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), pengurus Biro Khusus Belantara Kreatif (BKBK), dan Wakil Ketua Sylva Indonesia (p.c) UNHAS, Fakultas  Kehutanan, Universitas Hasanuddin, anggota Himpunan Pelajar Mahasiswa Massenrengpulu (HPMM), Keluarga Mahasiswa Kebumian Makassar (KMKM), anggota Pioneer English Meeting Club (PEMC) Fort Rotterdam, dan pengurus Al Markaz for Khudi Enlightening Studies (MAKES), Makassar, Sulawesi Selatan serta berbagai organisasi dan perkumpulan non profit lainnya.
Kuliah di fakultas kehutanan merupakan pengalaman indah yang tak terlupakan. Bagaimana tidak, pada awalnya saya tidak tahu di mana itu UNHAS, apalagi Jurusan Kehutanan. Pada saat pendaftaran ulang, harus ke rektorat UNHAS, dari modal bertanya akhirnya tahu dimana itu rektorat berada. Pada saat di lantai 5 saya bertanya kepada seorang bapak yang berpakaian rapi (nanti setelah baru saya tahu bahwa orang itu adalah PR 3 he..he..he..). 
Setelah itu, ada undangan lagi pengumpulan formulir di jurusan,  saya datang ke jurusan kehutanan, langsung disuruh sama senior push up, saya bingung, kok begini ya?  katanya itu pra OSPEK. Setelah beberapa hari diplonco di pra OSPEK, akhirnya tibalah saat  acara utama OSPEK. OSPEK di kehutanan namanya Restorasi Inisiasi Mahasiswa Baru (RIMBA) 2003, Sylva Indonesia (p.c) Universitas Hasanuddin. Dari namanya saja keren. Waktu RIMBA, saya disuruh buat biodata dengan mesin ketik dengan huruf kecil dan huruf besar selang seling, terus disuruh buat ringkasan film dan berita tengah malam, disuruh berpakaian hitam, cukur seperti obat nyamuk baygon, pakai kalung daun pinus dan biji salak, pakai topi rimba, kaos bola warna biru satu warna orange satu, sepatu ditempelin kertas, pakai senapan kayu dan disuruh bawah balon.  Terus disuruh kumpul di depan Mercedes Benz jam 5 subuh, setelah tiba disuruh push up dan merayap di selokan. Lari-lari terus merayap lagi sampai di Lapangan Rimba. Mungkin jauhnya sekitar 500 meter. Saya tidak mengerti ini mau kuliah atau mau masuk tentara? 
Yang paling lucu pada saat RIMBA, kita dibagi dalam beberapa kelompok, kemudian setiap ketua kelompok melapor pakai bahasa daerah. Kebetulan saya ditunjuk  lagi menjadi salah satu ketua kelompok yaitu ketua kelompok 8. Masing-masing ketua setelah melapor pakai bahasa daerah kemudian disuruh berdebat satu sama lain dalam bahasa daerah masing-masing.  Bayangkan lucunya, kita berdepoat tapi kami tidak mengerti bahasa satu sama lain apalagi isi yang diperdebatkan. Lapangan rimba adalah tempat pengumpulan yang tak terlupakan. Selama RIMBA, macam-macam perlakuan senior mulai dari tarian rimba, disuruh foto dengan pakaian peternak bebek di kanal, disuruh manjat baru kalau ditembak harus jatuh dari pohon, disuruh gombal pohon, disuruh buat lapangan dengan cara guling-guling, disuruh minum satu botol untuk satu angkatan terus mulut botolnyaharus masuk ke mulut terus bergiliran minumnya, ditempeleng, digertak yang membuat perasaan lucu, jengkel, marah bercampur aduk.
Setelah selesai RIMBA, masuk ke pengkaderan kedua namanya Kegiatan Temu Akrab Jurusan Kehutanan (TAJUK) 2003. Lokasinya di hutan pendidikan UNHAS Bengo-Bengo Maros. Di sini saya ditunjuk lagi sebagaicketua kelompok. Setiap kelompok membawakan acara sylva ria, waktu itu kelompok saya dapat bagian parodi kocak untuk dipentaskan di malam sylva ria. Di sini mental di uji betul kita harus acting seperti main film terus ditonton oleh senior-senior mulai angkatan tua sampai senior yang masih muda. Lebih parahnya Bina Akrab ini bersamaan dengan acara LUSTRUM (temu Alumni kehutanan), saya ditunjukkan lagi bawa acara dan mendapat tugas untuk memerankan peran bencong…busetttt daahhhh. Betul-betul masa-masa kelamku wkwkwkwk.
Acara paling menarik di Bina Akrab adalah cross country. Kita harus melakukan perjalanan melintasi gunung selama satu hari yang menariknya kita harus mencari arah jejak dengan kompas. Pada beberapa rute jalan terdapat beberapa posko senior. Pada setiap posko harus menyerahkan upeti berupa snack, rokok dan kodak-kodak (istilah untuk sesi foto-foto senior). Gak apa-apa upetinya tetapi yang jengkelnya adalah kita dikerjain habis. Yang tak kalah menjengkelkan adalah perintah petunjuk arah kompas rute cross country sebagian di simpan di atas pohon yang tinggi. Yang mau tidak mau harus dipanjat supaya tidak tersesat demi untuk mengetahui arah mana yang harus dituju melalui petunjuk dari gulungan kertas yang di simpan di atas pohon pinus itu.
Setelah beberapa hari tibalah acara pelantikan menjadi anggota sylva. Di sini kami dilantik memakai air comberan yang sebelumnya kami distempel dengan kotoran sapi. Betul hari-hari kelam. Setelah dilantik,  resmilah saya jadi anggota sylva (p.c) UNHAS. Setelah itu, saya mengikuti pengkaderan ketiga namanya OPDKM (Orientasi Pelatihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa). Disini kita belajar kepemimpinan, kita diajar tentang kepemimpinan. Yang lucu adalah kita diajar bahwa satu angkatan itu bersaudara, jadi dilarang pacaran satu angkatan karena itu sama dengan pacaran sama saudara. Teori akhirnya jadi teori turun temurun di kehutanan..he..he…he…Ternyata ini adalah kesempaatan senior untuk TEPES (Tebar Pesona) dan OPDKM  Baru (Orientasi Pengenalan Diri Pada Mahasiswa Baru) wkwkwkwkwk. Saya mengerti bahwa itu adalah politik untuk mengurangi persaingan junior wkwkwk. Di kehutanan itu biasanya satu angkatan berjumlah 150 orang dan cowoknya 50 orang sisanya adalah cewek. Dan umumnya ceweknya pakai jilbab dan cantik-cantik dan manis-manis lagi. Di kehutanan memang dulu dilarang pakaian seksi buat ceweknya.Inilah yang membuat senior membuat "Politik Cinta dan Perubahan Iklim".
 Setelah selesai OPDKM akhirnya saya mengikuti pengkaderan terakhir namanya PKMR (Perkemahan Kerja dan Malam Rimbawan). Di sini betu-betul menghabiskan tenaga dan waktu. Coba bayangkan jam 7 harus ke kampus untuk menyapu, jam 8 ikut laboratorium, terus kuliah, setelah itu pengumpulan, sore lari-lari, malam disuruh pergi bantu senior di kampus sampai subuh. PKMR pada angkatanku adalah PKMR ke 29 di Salomekko-Tonra, Bone. Pra PKMR ini dimulai bulan Maret sampai September, sekitar 6 bulan lamanya. Di sini, kita betul-betul diuji mental dan fisik. Ddi sinilah awal muasal dikenal istilah namanya “Push Up Millenium”, “Push Up 2000”, “Kepala di Atas Kepala”, “Pegang-Pegang Sendok”. Dan setelah saya jadi senior, hanya dua yang kami wariskan ke junior berikutnya yaitu  “Push Millenium” dan “Kepala di Atas Kepala”. Sampai kapanpun kalau saya ingat ini pasti saya ketawa mengenangnya. Ini namanya kuliah MPS (Ma'Paguru Salah) wkwkwkwk
Pada saat PKMR setiap kelompok mempersembahkan acara. Kebetulan pada saat saya lagi jadi ketua kelompok pas ambil lot dapat tugas tarian modern. Mampuslah saya, bagaimana mau menari modern padahal badan saya kaku. Tapi gak ada jalan lain, kita harus latihan dan mungkin karena di bawah tekanan akhirnya mampu juga….he…he…eh…Di sini saya simpulkan bahwa kalau kita di bawah tekanan maka bakat itu muncul dengan sendirinya. Buktinya sekarang saya tidak tahu caranya dan tidak mau tahu lagi namanya menari modern. Setelah PKMR, akhirnya resmi jadi Forester. Di situ baru saya mengerti apa maksud  seniorku perlakukan kami begitu, ternyata untuk kesetaraan nasib yang membuat kami kompak. Hal ini yang membuat keakraban antara senior dan junior semakin kuat. Nilai-nilai keakraban dan semangat itulah yang hilang di kehutanan. Berulang kali saya dipanggil ke acara PKMR saya sudah tidak tertarik lagi. Karena tidak semenarik dulu. Setelah resmi jadi forester, akhirnya masuk HMI, BKBK, kemudian terpilih jadi ketua panitia OPDKM 2004, dan sering kali terpilih sebagai ketua komisi pembahas AD-RT yang akhirnya membuat saya terpilih jadi wakil ketua sylva Indonesia (p.c.) UNHAS periode 2005-2006. Saya sebenarnya tidak mau awalnya jadi wakil tapi teman-teman mendorong saya, termasuk amanah dari ketua angkatan saya karena katanya supaya saya diplot sebagai ketua Maperwa periode berikutnya. Akhirnya saya maju dengan catatan mereka bersumpah akan kawal saya. Mungkin sudah takdirnya,  ketua angkatan saya meninggal akibat sakit pada tahun 2005. Tangan kanan saya sudah tidak ada lagi. Setelah itu, teman-teman sudah lesu berorganisasi. Berbagai cobaan saya hadapi saat itu, mulai dari tuduhan melakukan kekerasan terhadap mahasiswa (kebetulan mahasiswa baru itu anak pejabat), melawan dosen, sampai pada ancaman DO. Dan pengawal-pengawal setiaku lesu berjuang dalam organisasi, mungkin karena tekanan dari birokrasi. Terjadi dekadensi organisasi pada seluruh unit organisasi kemahasiswaan. Inilah yang memperlemah posisiku waktu itu. Di sinilah awal titik surutnya karirku di organisasi kemahasiswaan.
Akhirnya tahun 2005, ada penyambutan mahasiswa baru. Pada saat itu, masa-masa kelabu menyelimuti dunia kampus, hampir semua pengurus organisasi pada semua jurusan diskor akibat kebijakan kampus yang ekstrim yang menolak diadakannya kaderisasi kemahasiswaan. Waktu itu, bagaimana pun juga pengkaderan di kehutanan harus tetap hidup. Waktu itu pihak jurusan meminta OSPEK ditunda. Akhirnya,saya diminta mengikuti rapat dengan pimpinan jurusan dan kami sepakat bahwa ospek akan ditunda. Tetapi waktu itu, ternyata ketua seksi acara sudah terlanjur umumkan ke MABA untuk pengumpulan untuk memabagi formulir biodata. Besoknya pagi-pagi saya datang ternyata MABA telah dikumpul, saya meminta supaya mahasiswa baru tersebut dibubarkan tapi seksi acara mengatakan mereka hanya bagi formulir. Saya sudah kena photo karena ada dipengumpulan yang tidak sengaja ini dan akhirnya saya dianggap bahwa melanggar kesepakatan. Pada saat itu juga ada beredar isu ada pemukulan di kehutanan, akhirnya saya disidangkan, saya sudah membelah bahwa bukan pengumpulan untuk OSPEK. Isu pemukulan saya minta diklarifikasi, ternyata setelah diklarifikasi oleh pihak jurusan, memang terbukti bahwa tidak ada pemukulan yang ada orang tua (pejabat) menelpon supaya anakanya dijaga jangan sampai dipukul tetapi terdengar bahwa katanya anaknya dipukul. Lagi-lagi saya tidak terbukti bersalah, saya tetap disidang, dan yang paling membuat saya kecewa waktu itu mereka mengatakan bahwa “kamu hanya anak seorang petani Daud masa kamu pertarukan jabatanmu demi orang tuamu” itu membuat saya menangis waktu itu, dan kata-kata itu menyimpulkan bahwa pihak kampus memang membeda-bedakan kita. Akhirnya saya minta mundur sebagai wakil ketua besoknya. Dari situlah saya tahu bahwa orang-orang terdidik di kampus banyak juga yang bukan pendidik. Mereka hanya memperlakukan kita baik kalau kita anak pejabat atau kaya. Tapi saya yakin bahwa Allah Maha Adil. Mungkin waktu itu mereka tidak adil, tetapi keadilah Allah tetap akan dilaksanakan entah itu kapan dan  selalu memberikan jalan kebaikan hambanya yang tertindas.
Mulai saya itulah saya belajar tentang pergerakan kaum tani. Dan akhirnya menemukan teori Sukarno. Saya pelajari teori itu sampai akhirnya saya mengerti pola pemikiran sukarno tentang Marhaenisme bahwa kaum proletar (kaum tani dan kaum melarat Indonesia) akan terus ditindas oleh kaum penjilat kekuasaan. Sejak saya itu saya mendeklarasikan diri sebagai seorang Marhaenist. Kejadian itulah yang membuat saya senang dengan kegiatan-kegiatan pemberdayaan masyarakat. Saya banyak membantu mengajar pada gerakan penuntasan butah huruf dan aksara.  Banyak bergaul dengan anak jalanan dan masyarakat kumuh dan pesisir Makassar.
Setelah kejadian yang sangat menyedihkan itu, saya mengundurkan diri jadi wakil ketua sylva. Warga sylva tidak mau menerima pengunduran diriku dan tetap disuruh melanjutkan jabatan itu. Saya tetap mengemban amanah itu meskipun hanya dengan kegiatan-kegiatan pokok pengkaderan.  Setelah laporan pertanggung jawaban dalam musyawarah besar, saya resmi berhenti jadi wakil ketua sylva. Setelah itu saya banyak berorganisasi di luar seperti anggota Pioneer English Meeting Club (PEMC) Fort Rotterdam, dan pengurus Al Markaz for Khudi Enlightening Studies (MAKES), dan American Corner serta belajar menjadi Guide di makassar. Profesi ini saya jalani kira sekitar 2 tahun. Dari pengalaman itulah yang membuat saya dan teman-teman belajarku kelak mendirikan perkumpulan namanya Hasanuddin English Community. Organisasi dan Komunitas belajar bahasa inggris di UNHAS.
Yang paling tidak bisa juga dilupa adalah sewaktu jadi anak kost. Banyak kenangan-kenangan yang tidak bisa dilupakan. Kadang kalau kehabisan uang makan mie berduabelas dengan teman. Mencuri surat cinta teman kemudian direkam di radio, buang  teman yang sedang ulang tahun ke rawa sebagai hadi ulang tahunnya. Mencuri celana teman yang lagi mandi. Mendamaikan teman yang berkelahi gara-gara masalah cewek. Mengerjain teman yang sedang tidur. Pas lagi bulan ramadhan rajin dengar ceramah demi kupon nasi adalah ide-ide yang konyol waktu itu
Meskipun berbagai cerita lucu-lucu waktu zaman kuliah ada beberapa yang tetap membuat orang tua saya bangga di antaranya sebagai Penerima Beasiswa Tanabe Foundation dan Maruki Foundation, Mahasiswa Berprestasi Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin tahun 2007 serta Wisudawan Terbaik Universitas Hasanuddin tahun 2007 setelah mendapat IPK 3.98 dengan masa studi 4 tahun. Waktu itu, yang membuat saya terharu adalah kedua orang tua saya pada saat rapat senat luar biasa pada acara wisuda orang tua saya duduk setara dengan Dekan sebagai penghargaan buat anaknya yang memperoleh gelar wisudawan terbaik UNHAS. 
Saya menjadi assisten dosen di Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 pada beberapa mata kuliah antara lain: Kimia Kayu, Statistika, Anatomi Kayu, Fisika dan Mekanika Kayu, Teknologi Pulp dan Kertas, Hasil Hutan Bukan Kayu, dan Manajemen Industri. Setelah lulus S1 saya perna dua kali lulus beasiswa keluar negeri yaitu ke Jepang dan New Zeeland tetapi orang tua tidak mengizinkan karena mungkin perasaanya waktu itu tidak baik, maklumlah saya anak bungsu. Saya yakin perasaan orang tua adalah baik. Saya sudah minta supaya diberi izin buat kuliah di luar negeri. Saya menjelaskan kalau saya di luar negeri saya dapt beasiswa dan dapat mengirimkan uang ke orang tua. Tetapi Ibuku waktu itu mengatakan untuk membahagiakan beliau tidak perlu dengan uang tapi cukup datang ke rumah ketemu beliau. Itu saja, akhirnya mendengar kata-kata Ibuku, saya menangis dan terharu betapa sederhana dan bersahajanya orang tuaku. Alasan lain ibuku adalah waktu itu saya masih sangat muda sehingga belum berani membiarkanku kuliah keluar negeri tetapi tetap menghibur saya bahwa Insya Allah nanti kalau sudah tiba waktunya beliau akan mengizinkan dan ini terbukti setelah lulus S2 dari IPB, ibu sudah mengizinkan kuliah S3 di luar negeri. Waktu itu setelah tidak diberi izin S2 di luar negeri, saya mengatakan bahwa dari dulu saya sudah bercita-cita kuliah keluar negeri, kemudian minta didoakan oleh Ibu, supaya bisa kuliah di luar negeri kelak. Malahan Ibu mendokan saya supaya kelak bisa kuliah di luar negeri dan bisa keliling dunia. Saya sangat senang, walaupun dengan di doakan karena doa orang tua diterima oleh Allah. Ibu dan Ayahku adalah pahlawanku.

Jumat, 07 Februari 2014

MASUK DUNIA BARU: MASA SMP DAN SMU




Masuk Dunia Baru: Masa  SMP dan SMU

Setelah lulus SD dengan predikat lulusan terbaik di SD 40 Lewaja pada tahun 1997, selanjutnya saya mendaftar di SMP Negeri 1 Enrekang (SMP Terbaik di Enrekang saat itu) dan kebetulan lulus dan ditempatkan di kelas 1A yang merupakan kumpulan anak-anak pintar. Di sini, saya seolah masuk ke dunia baru, teman-temanku anak-anak kaya dan anak-anak pejabat sehingga saya merasa minder. Jarak rumah saya dengan sekolahku waktu itu adalah 5 km, saya harus menempuh 10 km per hari jalan kaki ke sekolah. Waktu baru masuk ke kelas saya jadi anak pendiam karena saya merasa  ke dalam dunia kota padahal saya cuma anak kampung yang terbiasa dengan permainan-permainan alam bukan permainan-permainan modern. Tapi saya ingat sekali, ada satu waktu ketika ada pertanyaan guru kepada murid-murid di kelasku dan tidak ada yang tahu jawab, saya sebenarnya tahu jawabannya cuma malu-malu menjawab, akhirnya saya beranikan diri acungkan tangan dan menjawab, dan ternyata benar, lucunya gurunya sangat terkesan jawabanku, akhirnya di situlah saya mulai dilirik teman-temanku untuk tempat belajar He..he..he…Baru kusadari bahwa ternyata teman-temanku di SLTP itu ada lawan-lawanku dulu waktu pertandingan cerdas cermat waktu SD. Sejak saat aku menjawab pertanyaan guru itu, akhirnya saya mulai tidak minder, akhirnya saya membuat permainan-permainan baru, dari bermain bola di meja dengan menggunakan kapur yang dibuat menjadi bulat sampai membuat kreasi-kreasi dari tanah liat. Karena beberapa kesan itulah, akhirnya di SMP, meskipun anak kampung tapi namaku juga banyak yang kenal oleh teman-teman. Saya ingat sekali, perna waktu kelas 2 SMP, saya sakit, coba bayangkan teman-temanku yang rata-rata anak pejabat itu rela datang menjeguk saya yang sedang sakit meskipun jalan kaki yang jauhnya 10 km pulang pergi.
Tahun 2000, saya lulus SMP 1 Enrekang sebagai finalis lulusan terbaik, kebetulan yang kalahkan saya adalah teman sebangkuku sendiri. Akhirnya saya mendaftar di SMU 1 (SMU terbaik di Enrekang), waktu itu teman sebangkuku mendaftar di Makassar. SMU 1 Enrekang tidak jauh letaknya dari SMP 1 Enrekang. Di SMU saya merasa lebih rileks meskipun masih harus menempuh 10 km pulang pergi sekolah setiap hari tapi setidak-tidaknya banyak teman saya berasal dari kampung. Di SMU saya selalu rangking 1 kecuali satu kali rangking 2 dan 3. Waktu di SMU, kalau kita rangking selalu dapat  hadiah dari sekolah seperti buku, kamus dan lain-lain.
Ada kejadian lucu, waktu itu saya sudah kelas 3, kebetulan ada tambahan les, karena rumah saya jauh maka saya tidak pulang. Terus ada beberapa teman juga dari kampung lain yang tidak pulang. Jadilah kita berlima, dan sepakat main domino, satu orang pergi panjat kelapa di samping kelas (Ini milik sekolah dan kami ini siswa sekolah jadi kami mengambil milik kami sendiri). Tapi, hari itu apes betul, kami kedapatan main domino dan ambil kelapa dan guru punya pemikiran tersendiri tentang kepemilikan kelapa itu. Akhirnya kami dihukum.
Tahun 2013, akhirnya saya lulus SMU. Waktu itu hari yang menegangkan karena sebelum pengumuman, terlebih dahulu diumumkan 5 besar, saya waktu itu sebenarnya tidak diunggulkan, ada beberapa teman saya yang diunggulkan, setelah diumumkan dari nomor 5, 4, 3 dan pada saat diumumkan peringkat 2 justru yang diprediksi jadi rangking 1 yang disebut namanya. Semua orang bingung siapa yang rangkin 1? Akhirnya diumumkanlah peringkat 1 dan kebetulan waktu itu namaku yang disebut. Akhirnya, teman-teman saya memfilox baju saya sambil menuliskan beberapa tanda tangan dan pesan di bajuku, sampai saat ini baju itu masih kusimpan di lemari pakaianku, disimpan sebagai kenangan.
 Waktu lulus SMU, sebenarnya berpeluang  bebas tes masuk ke jurusan favorit di UNHAS melalu jalur penelusuran bakat dan prestasi (JPBP) Universitas Hasanuddin tetapi saya memilih pemikiran tersendiri dan masuk ke kehutanan. Banyak yang ketawai waktu memilih kehutanan tapi saya senang dengan namanya hutan dan keindahan alam tapi yakin bahwa suatu saat nanti kehutanan akan menjadi isu dunia dengan adanya kasus global warming, perubahan iklim, permasalahan lingkungan, dan keanekaragaman hayati dan itu akhirnya terbukti beberapa tahun kemudian ketika saya menggeluti pekerjaanku sebagai akademisi dan konsultan. Waktu itu, orang tua dan kakakku yang mendukung masuk ke kehutanan