Jumat, 27 Desember 2013

KEGIATAN MONITORING SPESIES TERKAIT REVIEW OF SIGNIFICANT TRADE (SRT) TAHUN 2013:Phyton reticulatusDI BALAI BESAR KSDA SULAWESI SELATAN, MAKASSAR



Kegiatan Monitoring Populasi Species Terkait Review Of Significant Trade (SRT) Tahun 2013:
Phyton reticulatus di Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan, Makassar

Nur Buana 1, Dwi Apriani Wahab 2, Muhammad Daud 3 , Andi Khairil A. Samsu 4
1,2) Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan
3,4) Lembaga Studi Ular, Yayasan Sioux Ular Indonesia


ABSTRAK
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memperoleh data perkiraan populasi Phyton reticulatus di lokasi tangkap sebagai bahan untuk memperbaiki penetapan kuota dan penyusunan laporan non detritment findings (NDF). Tujuan khusus untuk memperoleh data dan informasi : 1) Karakteristik penangkap ular; 2) Asal dan cara pengumpulan serta teknik pengolahan; 3) Hasil pengumpulan dan permasalahan usaha; dan 4) Dampak pemanfaatan ular tersebut terhadap kelestariannya serta upaya pelestariannya. Metode pengumpulan data dalam penelitian kegiatan monitoring Phyton reticulatus ini dilakukan dengan metode survey pada para pedagang ular dan survey habitat ular dengan pendekatan analisis  Sistem Informasi Geography (SIG). Pemilihan responden penangkap/pengumpul pada Balai Besar KSDA Sulawesi Selatan yang memiliki database penangkap/pengumpul ular yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Pengambilan responden penangkap dan pengumpul akan dilakukan dengan metode (purpossive sampling), yaitu dengan memilih pengumpul yang paling aktif melakukan kegiatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya pengumpul ular sanca batik adalah berumur 35-45 tahun (44,44%), didominasi laki-laki (88,89%), tingkat pendidikan SMA (44,44%), pengalaman di bawa 10 tahun (44,44%).  Proses pemasaran ini dilakukan secara langsung (tanpa rantai pemasaran perantara). Kondisi produk yang dipasarkan pada umumnya dalam bentuk kulit dan empedu. Asal daerah specimen ular sanca batik bervariasi dan menyebar di wilayah Kab. Luwu, Kota Palopo, Luwu Utara dan Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan.  Teknik pengumpulan ular sanca batik umumnya dilakukan dengan langganan bebas. Para penangkap ular sanca batik umumnya bukan pekerjaan tetap.
Penangkapan ular sanca batik ini dilakukan ketika ular ini masuk ke pemukiman, mengganggu hewan ternak atau pada saat musim hujan. Ular yang dikumpulkan dari penangkap umumnya dalam bentuk hidup dengan ukuran standar panjang 2,5 m, kemudian di tempat pengumpulan kepanya dipukuli sampai mati kemudian dikuliti. Ular yang dikumpulkan berkisar antara 20-120 ekor/bulan, tergantung pada musim. Pada saat musim penghujan (Oktober-Februari) jumlah ular yang dikumpulkan biasanya lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau (Maret-September. Harga beli ular dari penangkap adalah berkisar Rp. 70.000-100,000 per ekor dan dijual dalam bentuk kulit dengan harga Rp 100,000-150,000/m.  Proses penangkapan dan pengumpulan ular sanca batik yang dilakukan selama ini serta penetapan quota masih lestari dimana jumlah populasi ular yang terkumpul relative sama meskipun terdistribusi pada beberapa pengumpul, ukuran ular relatif sama, frekuensi penangkapan/pengumpulan realtif sama, meskipun durasi pengumpulan dan pergerakan pengumpulan relatif meningkat, jumlah populasi sedikit mengalami penurunan. Upaya pelestarian ular telah diupayakan dengan memberikan standarisasi ukuran yang dapat dikomsialkan dengan standar minimal ukuran panjang 2,5 m. Daya dukung habitat dan ketersediaan pakan masih mendukung perkembangan dan kelestarian ular sanca batik. Meskipun demikian konversi hutan menjadi lahan pertanian, pemukiman dan perkebunan merupakan ancaman daya dukung habitat ular sanca batik. Hasil inventarisasi habitat diperoleh kerapata populasi antara 30-60 ekor per hektar. Dari keseluruhan populasi tersebut berkisar 10-20 ekor yang termasuk dewasa (panjang ≥ 2,5) atau kira-kira berumur 2-4 tahun. Rata-rata pertumbuhan ular dewasa rata-rata per hektar setiap tahun berkisar 3-10 ekor dengan nilai maksimum yang dapat dipanen sekitar 38.646 ekor per tahun dan masih di atas quota penangkapan ular di Sulawesi Selatan (29.200 ekor per tahun) sehingga masih memenuhi aspek kelestarian.