Minggu, 12 Oktober 2008

ARTI SEBUAH BUKU

ARTI SEBUAH BUKU

Muhammad Daud, S. Hut.

Manusia dibentuk dari dua unsur dasar. Unsur pertama bersifat jasmaniah, hal-hal yang tampak; dan unsur kedua bersifat ruhaniah, hal-hal yang tidak tampak. Kedua unsur ini perlu suplai rutin makanan yang bergizi agar keduanya dapat tumbuh sehat dan berkembang. Sayangnya, kebanyakan manusia tidak memberikan suplai yang seimbang kepada dua unsur yang dimilikinya. Kebanyakan manusia memang lebih mudah memberikan suplai makanan yang diperlukan untuk tubuh. Rata-rata kebanyakan manusia tidak terlalu menaruh perhatian pada "makanan" yang diperlukan otak atau hati dalam artinya yang bukan fisik.
Memang, bila manusia diingatkan akan hal yang satu ini, sebagian besar akan berdalih bahwa keperluan ruhani mereka sesungguhnya tidak ada masalah karena lebih mudah diperoleh dan lebih praktis menelannya. Misalnya, lewat ibadah-ibadah ritual sebagaimana diajarkan oleh agama. Lalu juga lewat media-media penyebar informasi, baik yang bersifat elektronik maupun bukan. Yang lain, misalnya yang paling umum dan sudah jamak, adalah lewat lembaga formal sekolah ataupun lewat lembaga-lembaga pendidikan nonformal seperti kursus-kursus, lokakarya-lokakarya, dan semacamnya. Pertanyaannya adalah, efektifkah cara-cara yang telah ditempuh manusia dalam memenuhi keperluan ruhani mereka?

Untuk menjawab efektif-tidaknya proses suplai "makanan ruhani" yang selama ini sudah berlangsung, dan agar jawaban yang muncul dapat memberikan efek berbeda dengan jawaban umum yang mungkin wajar dikeluarkan, saya akan menjawab sendiri bahwa yang kita lakukan selama ini belumlah efektif. Argumentasi saya, bila, secara disiplin dan konsisten, kita terbiasa menyuplai makanan jasmani secara periodik dan terjadwal kepada tubuh kita, yaitu berupa sarapan pagi, makan siang, dan kemudian diakhiri makan malam, dan di tengah jadwal ketat penyuplaian itu kita pun masih sempat ngemil, maka untuk suplai "makanan ruhani" (yang kadang penuh penderitaan) jadwalnya belumlah seketat dan seteratur itu. Apakah dengan mengubah pola suplai "makanan ruhani" sebagaimana kebiasaan kita mengonsumsi "makanan ruhani", lantas proses menjadi efektif?

Apabila jawaban yang muncul "ya", maka ada pertanyaan lanjut yang perlu dijawab: "Makanan ruhani" kayak apa yang pantas dan, tentu saja, amat bermanfaat, untuk dikonsumsi secara teratur dan terjadwal secara ketat agar ruhani seseorang tumbuh sehat dan berkembang sebagaimana jasmaninya? Buku. Ya, buku. Mengapa buku? Bukankah di sekolah makanan sehari-hari para pelajar dan pengajar adalah buku? Bukankah setiap hari kita senantiasa melakukan aktivitas membaca teks, seperti membaca berita yang dimuat di koran, majalah, tabloid, dan mungkin membaca berita yang eksklusif di internet? Kenyataan ini tidak dapat dibantah dan memang benar adanya. Hanya, apakah pembacaan kita itu, sekali lagi, efektif? Maksud saya, apakah secara sadar kita merasakan bahwa pembacaan-pembacaan itu benar-benar menumbuhkan ruhani kita? Lebih jauh lagi, apakah berita-berita di media massa atau informasi yang kita baca lewat buku-buku yang dianjurkan di sekolah itu benar-benar telah menggerakkan potensi pemikiran kita?

Hal terakhir itulah yang akan saya bahas secara detail dalam tulisan kali ini. Fungsi buku, atau jenis bacaan lain, yang baik dan efektif adalah yang mampu menggerakkan pikiran kita. Sebuah buku yang tidak memiliki fungsi seperti itu bagaikan makanan jasmani, sebut saja apakah itu roti, gado-gado, ataupun nasi soto ayam, yang tidak menyuplai segala jenis gizi yang diperlukan oleh tubuh untuk tumbuh dan berkembang secara sehat. Fungsi, salah satu artinya secara bahasa, adalah "kegunaan suatu hal". Kegunaan adalah manfaat. Jadi, kalau jenis makanan yang kita makan, baik bersifat jasmani maupun ruhani, tidak bermanfaat bagi tubuh dan bukan-tubuh kita, maka jenis makanan tersebut tidaklah berfungsi secara baik dan benar.

Salah satu fungsi-utama sebuah buku adalah menggerakkan pikiran. Fungsi seperti ini dapat diartikan secara amat luas. Pertama, sebuah buku baru akan berfungsi dan secara efektif menggerakkan pikiran kita bila metode yang kita gunakan dalam membaca buku adalah membaca secara kritis atau melakukan secara amat ketat proses penghimpunan makna, sebagaimana tulisan saya minggu lalu. Kedua, sebuah buku baru akan memberikan manfaat yang besar bila buku itu disusun dengan baik, yaitu memenuhi kaidah-kaidah penalaran dan pendiksian (akan saya bahas lebih jauh di bawah). Ketiga, fungsi menggerakkan pikiran dari sebuah buku akan amat bermakna bila dirasakan oleh si pembaca buku. Misalnya, si pembaca buku lalu mampu menyinergikan gagasan si penulis yang berhasil diserapnya dengan gagasan yang sebelumnya telah tertanam di benaknya. Dari proses sinergi ini, akan muncul suatu gagasan-baru yang, mungkin, lebih segar dan berbeda secara signifikan dengan gagasan si penulis ataupun si pembaca bila gagasan itu masing-masing kita biarkan berdiri sendiri. Hal ketiga inilah yang kemudian akan melahirkan kebaruan-kebaruan dan kreativitas-kreativitas dalam bentuknya yang menggairahkan, yang, pada gilirannya, akan menumbuhkan semangat untuk melakukan perbaikan-perbaikan atau, katakanlah, inovasi.

Efektivitas pemunculan gagasan baru lewat pembacaan sebuah buku akan semakin menemukan bentuknya bila disertai dengan aktivitas penulisan. Sebagaimana tulisan minggu lalu, telah ditunjukkan pelbagai bukti bahwa menulis berarti "mengikat" sesuatu. Aktivitas membaca buku akan amat efektif bila disertai menuliskan hal-hal penting yang ditemukan di sebuah buku. Dalam proses menuliskan hal-hal penting yang diperoleh dari buku, berarti si pembaca buku terus-menerus memikirkan hal yang diserapnya itu. Secara logis, apabila sebuah buku dapat mengajaknya berpikir, dan kemudian menghadirkan pelbagai makna yang selanjutnya dapat dihimpunnya, maka ruhani si pembaca akan tumbuh dan berkembang. Sebagai analogi, tubuh manusia memiliki unsur-unsur yang dapat menyaring ataupun mencerna pelbagai makanan lewat sistem pencernaan yang canggih. Kita tahu bahwa beberapa jenis usus yang ada di perut kita berfungsi untuk mencerna pelbagai zat bermanfaat untuk diserap oleh tubuh agar tubuh berkembang secara sehat. Demikian juga gagasan yang masuk ke dalam benak. Gagasan tersebut disaring dan dicerna oleh sebuah mekanisme pencernaan sebagaimana mekanisme yang terjadi di perut kita yang dikerjakan oleh usus-usus kita dan dibantu oleh beberapa enzim yang bertindak sebagai katalisator dalam proses pencernaan tersebut. Bila gagasan-gagasan yang mampu dicerna oleh benak kita adalah gagasan-gagasan yang bermutu, maka ruhani kita, sebagaimana tubuh kita, akan berkembang secara sehat.


Tidak ada komentar: