DETERIORASI KAYU PADA BANGUNAN RUMAH TERAPUNG DAN RUMAH
PANGGUNG TRADISIONAL SUKU BUGIS DI DANAU TEMPE
KABUPATEN WAJO
Muhammad Daud1, Muhammad Yunus2, Agus
Salim Darma3 , Sainuddin4
1
Program Studi Kehutanan, Universitas Muhammadiyah
Makassar
2 Balai Pengembangan Teknologi Perumahan
Tradisional Makassar
3
Program Studi Teknik Sipil, Politeknik
Negeri Ujung Pandang
4
Mahasiswa Pascasarjana, Universitas Hasanuddin
ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik rumah, faktor pendukung dan penyebab deteriorasi serta lokasi
dan bentuk kerusakan bangunan rumah terapung dan rumah panggung
tradisional suku Bugis di Danau Tempe Kabupaten Wajo. Penelitian dilakukan di
pemukiman tradional di Danau Tempe di Desa Laelo,
Kabupaten Wajo, Propinsi Sulawesi Selatan. Pengambilan data dilakukan
dengan metode purpossive sampling. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik
rumah, faktor pendukung deteriorasi, lokasi
kerusakan dan faktor penyebab serta bentuk kerusakan bangunan rumah
terapung dan rumah panggung tradisional suku Bugis di di Danau Tempe. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa perumahan
tradisional di pesisir danau Tempe umumnya berupa rumah panggung, bentuk
bangunan rumah berupa bujur sangkar atau persegi panjang dengan atap bentuk
limasan atau pelana, umumnya menggunakan atap seng. Dinding rumah umumnya menggunakan
papan kayu angsana (Pterocarpus indicus), gamacca, belahan bambu sedangkan lantai
menggunakan papan dari kayu angsana
(Pterocarpus indicus) dan belahan bambu. Tiang rumah menggunakan kayu lokal seperti kayu bitti (Vitex cofassus), jati (Tectona
grandis), Mahoni (Swietenia macrophylla), kumea (Manilkara
morrilliana ), dan Eboni (Dyospiros
celebica) berbentuk persegi ukuran (15 cm x 15 cm) atau bulat dengan diameter
20 dengan tinggi tiang rumah sekitar 2 m. Rumah terapung di Danau Tempe merupakan rumah panggung
tradisional Bugis yang digunakan masyarakat nelayan Danau Tempe sebagai tempat
hunian di atas air. Rumah ini umumnya memiliki
bentuk yang sama dengan rumah tradisional bugis yang berada di pesisir danau
tempe namun tiangnya hanya setinggi 30-80 cm dan ditempatkan di atas susunan
bambu yang berbentuk rakit. Bentuk deteriorasi yang
ditemukan pada bangunan
rumah terapung dan rumah panggung tradisional umumnya
sama yaitu berupa perubahan warna oleh faktor pencuacaan (weathering), retak
karena faktor mekanis, erosi karena faktor kimia serta pelapukan dan pengikisan
akibat faktor biologis seperti kumbang, jamur, dan rayap kayu kering. Kerusakan
bangunan terjadi pada hampir semua komponen bangunan. Bagian-bagian bangunan yang paling rentan mengalami kerusakan pada
rumah panggung adalah tiang tangga, ddnding dan papan lantai, sedangkan pada
rumah terapung umunya kerusakan terjadi pada rakit landasan tiang, tiang kayu, kuda-kuda, dinding, papan lantai,
kasau dan reng. Kerusakan baik pada rumah terapung maupun rumah panggung pada
umumnya sama dimana kerusakan pada tiang umumnya disebabkan oleh jamur,
kumbang, factor kimia dan pencuacaan sedangkan kerusakan pada dinding
disebabkan oleh jamur pelapuk, jamur pewarna, rayap tanah, dan kumbang serta
faktor pencuacaan. Khusus rumah terapung, kerusakan pada landasan tiang umumnyan disebabkan oleh jamur dan
bakter dan serta faktor kimia. Intensitas kontak
langsung bahan bangunan dengan air sungai,
intensitas penyinaran serta kelembaban yang sangat tinggi dan
cuaca yang berubah-ubah merupakan faktor nyata
yang mendukung terjadinya deteriorasi kayu pada bangunan rumah terapung
dan rumah panggung tradisional suku Bugis di Danau Tempe Kabupaten Wajo
Kata
Kunci: Deteriorasi kayu, Rumah Terapung, Rumah Panggung, Rumah Tradisional,
Suku Bugis, Danau Tempe