Jumat, 17 Januari 2014

ASAL-USUL MUHAMMAD DAUD HAMMASA




Asal-Usul Muhammad Daud Hammasa

Nama lengkapnya adalah Muhammad Daud Hammasa biasa dipanggil  Daud, sempat waktu kecil sampai lulus SD dia dipanggil dengan nama Mister. Dia dilahirkan di sebuah kampung di Enrekang tepatnya di Bisang pada tanggal 19 November 1985 (tapi ditulis di akte lahir tanggal 29 November 1985 dan ini yang dipakai sampai saat ini di dokumen resmi) dari pasangan Hammasa dan Marina. Dia anak keempat dari empat bersaudara. Pekerjaan orang tuanya adalah seorang petani, meskipun seorang petani sebenarnya kedua orang tua adalah keturunan bangsawan ‘To Manurung”.  Akibat penjajahan Belanda, jepang dan pemberontakan-pemberontakan di Sulawesi Selatan (Andi Azis dan Kahar Musakkar dengan DI TII) membuat orang tuanya tidak dapat mengejang pendidikan tinggi dan memilih merantau ke Malaysia dan kerja di perusahaan kayu milik Inggris selama bertahun-tahun, tapi akhirnya memilih pulang kampung untuk mengelolah kebun sendiri.
Dia masih ingat betul, betapa Kakek dan Neneknya waktu kecil sering menceritakan tentang silsilah leluhurnya. Menurut cerita dan buku lontaraq yang diberikan kakek, dia berasal dari keturunan Batara Guru dari  Luwu (To Manurung Guru Lasellang Puang Palipada) dan Embong Bulan dari Tana Toraja. Dari pasangan inilah kemudian melahirkan Puang Lakamummu. Dari sinilah sebenarnya kata Kakek dia menjadi alasan ada istilah “solata domai” (teman dari atas) karena Enrekang-Toraja-Luwu adalah satu rumpun, Ayahnya Luwu, Ibunya Toraja dan Anaknya Enrekang. Dari Lakamumu ini Menikah dengan Datu Mariwajang Pammana Wajo kemudian  Lakamumu menurunkan Puang Palindungan seterusnya dari Puang Palindungan menurunkan Puang Paloang, Puang Paloang menurunkan Puang Pallulungan, Puang Pallulungan kemudian menurunkan Puang Mappeangka, dari Puang Mappeangka menurunkan Puang Tanriangka yang menikah dengan Puang Danrakati. Pasangan inilah yang mendirikan Kerajaan Enrekang. Dari pasangan ini kemudian menurunkan Puang Takkebuku (Arung Enrekang I), Puang Takkebuku kemudian menurunkan Puang Kota (Arung Enrekang II), Puang Kota kemudian menurunkan Puang Bissutonang (Arung Enrekang III), Puang Bissutonang Menikah dengan La patau Adatuang Sawitto Timoreng Sadang kemudian menurunkan Puang Lamappatunru (Arung Enrekang IV) yang menikah dengan Nagaulan (Putri Arung Bone), dari Puang Lamappatunru kemudian menurunkan Puang Baso Panca (Arung Enrekang V), dari Baso panca kemudian menurunkan Puang Massagoni (Arung Enrekang VI), Puang Massagoni menurunkan Puang M. Yusuf Puang Daeng (Arung Enrekang VII), Puang M. Yusuf Puang Daeng, kemudian menurunkan Puang Pabolongan, kemudian puang Pabolongan menurunkan Puang Lahamma, Puang Lahamma kemudian menurunkan Puang Saripa. Setelah itu akibat pengaruh agama islam yang sangat kuat maka leluhurnya meminta untuk tidak perlu memakai kata “Puang” di depan namanya karena dalam bahasa Enrekang kata “Puang” sama artinya dengan Tuhan tetapi diganti dengan kata Pu, kata Puang hanya dipakai dalam acara adat saja. Dari Puang Saripa kemudian menurunkan Pu Nga dari Pu Nga kemudian menurunkan Pu Manaa yang kemudian menurunkan Pu Tika dari Pu Tika kemudian menurunkan Marina (Ibunya). Anak Punga yang lain adalah Pu Cembong yang kemudian menikah dengan anak keturunan bangsawan (Puang Bisang, kuburannya ada di Bisang) menurunkan Pu Hatina yang kemudian menurunkan Hammasa (Ayahnya). Jadi, kalau dilihat dari sejarah dan silsilah dia adalah keturunan bangsawan kuat karena Ibu dan Ayah dia keturunan bangsawan dengan garis kebangsawanan yang kuat. Jadi, dengan ketentuan ini gelar kebangsawan “Puang” dapat dia gunakan “Puang Muhammad Daud Hammasa”. Tapi kakeknya selalu berpesan agar gelar Puang digunakan pada keperluan adat saja,  kalau suatu saat orang bertanya tentang asal usul leluhur, maka tunjukkanlah Lontaraq, pusaka, Mana’ (Barang Peninggalan), silsilah dan kuburan leluhurmu. Pusaka ini masih ada di Bisang dan dicuci setiap tahun melalui acara adat dan dia biasa yang mencucikan pusaka tersebut. Menurut kakeknya yang dapat jadi pemimpin adalah: Majeppuipi ade’, Misseppi battuang, Magettapi Rigau Madeceng, Metaupi ri Ada Tongangnge’. Oleh karena itu, mereka selalu berpesar untuk belajar agama, adat, dan mengejar pendidikan tinggi supaya bias memenuhi kriteria pemimpin itu. Sampai saat ini, Lontaraq, pusaka, Mana’ (Barang Peninggalan), silsilah masih disimpannya sebagai bukti tentang sejarahnya. Soekarno perna mengatakan JAS MERAH: Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Karena garis keturunan To Manurung yang juga berarti Wija To Madeceng, maka itulah yang menjadi pegangannya untuk selalu jadi orang baik yang berperilaku baik, rendah hati dan sederhana.