Jumat, 15 November 2013

DETERIORASI KAYU PADA BANGUNAN RUMAH TERAPUNG DAN RUMAH PANGGUNG TRADISIONAL SUKU BUGIS DI DANAU TEMPE KABUPATEN WAJO



DETERIORASI KAYU PADA BANGUNAN RUMAH TERAPUNG DAN RUMAH PANGGUNG TRADISIONAL SUKU BUGIS DI DANAU TEMPE
KABUPATEN WAJO

Muhammad Daud1, Muhammad Yunus2, Agus Salim Darma3 , Sainuddin4
1 Program Studi Kehutanan, Universitas Muhammadiyah Makassar
2 Balai Pengembangan Teknologi Perumahan Tradisional Makassar
3 Program Studi Teknik Sipil, Politeknik Negeri Ujung Pandang
4 Mahasiswa Pascasarjana, Universitas Hasanuddin

ABSTRACT

              Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik rumah, faktor pendukung dan penyebab deteriorasi serta lokasi dan bentuk kerusakan bangunan rumah terapung dan rumah panggung tradisional suku Bugis di Danau Tempe Kabupaten Wajo. Penelitian dilakukan di pemukiman tradional di Danau Tempe di Desa Laelo, Kabupaten Wajo, Propinsi Sulawesi Selatan. Pengambilan data dilakukan dengan metode purpossive sampling. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik rumah, faktor pendukung deteriorasi, lokasi kerusakan dan faktor penyebab serta bentuk kerusakan bangunan rumah terapung dan rumah panggung tradisional suku Bugis di di Danau Tempe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perumahan tradisional di pesisir danau Tempe umumnya berupa rumah panggung, bentuk bangunan rumah berupa bujur sangkar atau persegi panjang dengan atap bentuk limasan atau pelana, umumnya menggunakan atap seng. Dinding rumah umumnya menggunakan papan kayu angsana (Pterocarpus indicus), gamacca, belahan bambu sedangkan lantai menggunakan papan dari  kayu angsana (Pterocarpus indicus) dan belahan bambu. Tiang rumah menggunakan kayu lokal seperti kayu bitti (Vitex cofassus), jati (Tectona grandis), Mahoni (Swietenia macrophylla), kumea (Manilkara morrilliana ), dan Eboni (Dyospiros celebica) berbentuk persegi ukuran (15 cm x 15 cm) atau bulat dengan diameter 20 dengan tinggi tiang rumah sekitar 2 m. Rumah terapung di Danau Tempe merupakan rumah panggung tradisional Bugis yang digunakan masyarakat nelayan Danau Tempe sebagai tempat hunian di atas air. Rumah ini umumnya memiliki bentuk yang sama dengan rumah tradisional bugis yang berada di pesisir danau tempe namun tiangnya hanya setinggi 30-80 cm dan ditempatkan di atas susunan bambu yang berbentuk rakit. Bentuk deteriorasi yang ditemukan pada bangunan rumah terapung dan rumah panggung tradisional umumnya sama yaitu berupa perubahan warna oleh faktor pencuacaan (weathering), retak karena faktor mekanis, erosi karena faktor kimia serta pelapukan dan pengikisan akibat faktor biologis seperti kumbang, jamur, dan rayap kayu kering. Kerusakan bangunan terjadi pada hampir semua komponen bangunan. Bagian-bagian bangunan yang paling rentan mengalami kerusakan pada rumah panggung adalah tiang tangga, ddnding dan papan lantai, sedangkan pada rumah terapung umunya kerusakan terjadi pada rakit landasan tiang,  tiang kayu, kuda-kuda, dinding, papan lantai, kasau dan reng. Kerusakan baik pada rumah terapung maupun rumah panggung pada umumnya sama dimana kerusakan pada tiang umumnya disebabkan oleh jamur, kumbang, factor kimia dan pencuacaan sedangkan kerusakan pada dinding disebabkan oleh jamur pelapuk, jamur pewarna, rayap tanah, dan kumbang serta faktor pencuacaan. Khusus rumah terapung, kerusakan pada landasan  tiang umumnyan disebabkan oleh jamur dan bakter dan serta faktor kimia. Intensitas kontak langsung bahan bangunan dengan air sungai,  intensitas penyinaran serta kelembaban yang sangat tinggi dan cuaca yang berubah-ubah merupakan faktor nyata yang mendukung terjadinya deteriorasi kayu pada bangunan rumah terapung dan rumah panggung tradisional suku Bugis di Danau Tempe Kabupaten Wajo

Kata Kunci: Deteriorasi kayu, Rumah Terapung, Rumah Panggung, Rumah Tradisional, Suku Bugis, Danau Tempe